Disleksia |
Belakangan kita sering mendengar kata disleksia. Apa itu disleksia?
Menurut DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders – Fourth Edition - Text Revision) disleksia atau gangguan
membaca (reading disorder), merupakan gangguan yang terjadi pada seorang
anak sehingga ia kesulitan untuk membaca. Sebenarnya seorang anak yang
mengalami disklesia memiliki IQ yang cukup, kemampuan sosial dan
adaptasi yang baik, serta cukup umur untuk belajar membaca. Namun, ia
merasa kesulitan untuk belajar membaca.
Oleh karena itu, usia menjadi patokan. Anak yang belajar membaca di usia muda, wajar jika tulisannya terbalik.
Tipe Disleksia
Ada 3 tipe dalam disleksia, yaitu Visiospatial Difficulties, Speech Sound Difficulties dan Correlating Difficulties. Visiospatial difficulties
terjadi bila anak kesulitan untuk membedakan huruf atau angka, seperti
“d” menjadi “b”, “6” menjadi “9”. Anak cenderung menghapal bentuk
dibanding mengerti arti dari huruf atau angka tersebut.
Speech sound difficulties terjadi bila anak sulit mengerti ucapan orang lain. selain itu, anak mengalami kesulitan untuk mengeja dan menyusun kalimat.
Sementara anak-anak dengan correlating difficulties mengalami kesulitan dalam memahami bunyi suara, baik saat menuliskannya maupun mengucapkan.
Sejarah Disleksia
Disleksia pertama kali diidentifikasi oleh Oswald Berkhan tahun 1881,
tapi istilah dislieksia baru digunakan pada tahun 1887 oleh Rudolf
Berlin. Ia adalah seorang ophthalmologist atau dokter ahli penyakit
mata. Berlin menggunakan istilah ini pada seorang anak laki-laki yang
mengalami kesulitan membaca dan menulis, padahal kemampuan intelegensi
dan fisiknya untuk hal-hal lain terlihat baik.
Mendiagnosa Disleksia
Seperti gangguan yang lain, anak yang mengalami disklesia harus
didiagnosa terlebih dahulu. Ada beberapa hal yang diobservasi dari anak
yang mengalami disklesia, seperti IQ, kemampuan visual, kemungkinan
gangguan neurologis, dll.
Jenis observasi yang dilakukan adalah Wechsler Intelligence Scale for
Children (WISC), Kaufman Assessment Battery for Children (KABC),
Stanford-Binet Intelligence Scale, Bender Gestalt Assessment, dll. Hasil
observasi akan cara belajar anak, kurikulum sekolah dan kegiatan anak
sehari-hari. Sebaiknya diagnosa dilakukan psikolog atau dokter ahli agar
mendapat hasil akurat.
Terapi Disleksia
Ada beberapa pendekatan yang dapat menolong anak dengan disleksia.
Salah satunya, terapi sensori integrasi yang berfungsi untuk membantu
keseimbangan otak anak. Terapi ini bisa dipadu dengan terapi lain,
seperti Slingerland Method, Orton-Gillingham Method atau Project Read.
Terapi tersebut diberikan oleh orang yang bersertifikasi di bidang
ini atau paling tidak diawasi ketat oleh seseorang yang bersertifikasi.
Sertifikasi ini diberikan setelah seseorang mengikuti training, misalnya
oleh pemegang lisensi resmi Orton-Gillingham Method. Sebelum terapi,
psikolog melakukan tes terlebih dahulu terhadap anak disklesia. Hasilnya
diserahkan kepada orang tuanya.
Setelah itu, anak dirujuk kepada seorang terapis dengan spesialisasi
disleksia atau terapis okupasi apabila ia memerlukan terapi okupasi
dengan sensori integrasi di dalamnya. Sebelum melakukan terapi, para terapis akan kembali melakukan
berbagai tes khusus. Banyak orang tua bertanya mengapa anak mereka perlu
menjalani tes ulang setelah yang dilakukan oleh psikolog.
Pengetesan yang dilakukan terapis berbeda dengan pengetesan yang
dilakukan psikolog. Pengetesan ini dilakukan agar terapis memahami
gangguan yang dialami anak dan terapi yang cocok untuk anak. Terapi yang baik dilakukan dalam jangka pendek, yaitu 3 bulan dan
jangka panjang, yaitu 6 bulan. Orang tua akan diberi arahan sehingga
dapat memantau perkembangan anak, minimal 3 bulan sekali.
Lamanya terapi tentu tergantung pada kondisi anak. Apakah gangguannya
pada tahap ringan, sedang, atau berat? Apakah anak mudah atau sulit
beradaptasi? Apakah keluarga mendukung terapi dengan menjalankan PR yang
diberikan di rumah? Semua terapi ini harus diintegrasikan dengan sistem pendidikan anak
di sekolah. Oleh karena itu, pilih sekolah yang menerima anak dengan
kebutuhan khusus sehingga anak menerima sistem pendidikan khusus. Dengan
begitu, proses terintegrasi dengan berkesinambungan dan mendapat hasil
optimal.
Ada anggapan yang muncul bahwa permainan komputer dapat membantu anak
disleksia. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang bisa
membuktikannya.
Bagaimana Masa Depan Anak Terkena Disleksia?
Disleksia bukan akhir segalanya, meski gangguan ini tidak bisa sembuh
total. Namun, dengan terapi dan dukungan orang tua, gangguan ini dapat
berkurang dan diatasi sehingga efeknya tidak merusak masa depan anak.
Banyak anak dengan disleksia mempunyai IQ yang tinggi dan bakat-bakat
khusus. Sebut saja para aktor seperti Orlando Bloom, Tom Cruise, Kiera
Knightley, Whoopy Goldberg. Penyanyi John Lennon dan Cher. Selain itu,
pembuat film Walt Disney yaitu Walt Elias Disney dan Stephen Spielberg.
Leonardo da Vinci dan Pablo Picasso juga menyandang disleksia.
Demikian juga perancang busana Tommy Hilfiger. Atlet Mohammad Ali dan
Bruce Jenner. Penulis Hans Christian Andersen dan Agatha Christie. Para ilmuan seperti Alexander Graham Bell dan Albert Einstein.
Pebisnis sukses Henry Ford, William Hewlett (salah satu pendiri
Hewlett-Packard), dan Ingvar Kampard (pendiri Ikea). Bahkan sampai
George Washington pun adalah seorang penyandang disleksia.
Disleksia memang bukan akhir segalanya. Dengan penanganan yang tepat,
pola asuh yang baik dari orang tua, dan dukungan sekolah, maka mereka
akan dapat berkembang seperti layaknya anak-anak pada umumnya.
Semoga Bermanfaat
EmoticonEmoticon